Nganjuk – Ketetapan hukum untuk memberhentikan Bupati Nganjuk yang tersangkut korupsi, Novi Rahman Hidhayat, akhirnya dikeluarkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Ini setelah DPRD Nganjuk menerima SK Penetapan Pemberhentian Bupati Nganjuk melalui Gubernur Jawa Timur, Selasa (7/3/2023) siang.
Ketua DPRD Nganjuk, Tatit Heru Tjahjono mengatakan, dengan diterimanya SK Penetapan Pemberhentian Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidhayat, pihaknya akan segera menjadwalkan rapat Badan Musyawarah (Banmus) untuk menjadwalkan rapat Paripurna DPRD Nganjuk.
“Rencana besok (Rabu, 8/3/2023), kami akan menggelar Banmus untuk perubahan rencana kerja (Renja) bulan Maret dengan menjadwalkan Rapat Paripurna,” kata Tatit saat dihubungi melalui telepon selulernya.
Berdasar hasil komunikasi dengan Pemkab Nganjuk, rapat paripurna akan dijadwalkan pada Jumat (10/3/2023) siang di DPRD Nganjuk. Agenda rapat paripurna yakni mengesahkan Pemberhentian Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidhayat, disusul pengusulan nama Marhaen Djumadi sebagai Bupati Nganjuk definitif sisa periode 2018 – 2023.
“Mudah-mudahan apa yang telah direncanakan bisa dilaksanakan dengan adanya Bupati Nganjuk definitif,” ucap Tatit.
Tatit menjelaskan, belum adanya Bupati Nganjuk definitif memang membuat jalannya pemerintahan di Nganjuk kurang maksimal. Ini karena semua kebijakan yang dikeluarkan oleh Plt Bupati Nganjuk menyangkut pmerintahan harus dikonsultasikan ke Kemendagri melalui Gubernur Jawa Timur.
Demikian halnya untuk kebijakan penggunaan anggaran, tambah Tatit Haru Tjahjono, juga harus disetujui oleh Kemendagri. Apabila belum ada persetujuan dari Kemendagri maka kebijakan tersebut belum bisa dijalankan.
“Dan masa menunggu turunya persetujuan Kemendagri itu antara satu bulan hingga tiga bulan. Dengan adanya waktu menunggu itu dirasakan menjadi penghambat kebijakan Pemerintahan yang seharusa bisa lebih cepat menjadi lambat,” tutur Tatit.
Seperti diketahui, Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat menjadi terpidana korupsi jual beli jabatan di Pemkab Nganjuk. Dan Novi harus menjalani hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 200 juta.