Jakarta – Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) teranyar menunjukkan bahwa suara partai PDIP dan Golkar akan naik pada Pileg 2024 apabila keduanya berkoalisi dan mendukung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres).
Survei eksperimental dilakukan SMRC terhadap kedua partai itu lantaran mereka belum memutuskan calon presiden yang akan diusung pada kontestasi politik 2024.
“Yang bisa membantu meningkatkan suara PDIP secara meyakinkan adalah Ganjar Pranowo. Demikian pula dengan partai Golkar, suara partai ini akan naik jika mencalonkan Ganjar Pranowo,” kata Pendiri SMRC Saiful Mujani dalam acara ‘Bedah Politik’ yang disiarkan melalui kanal YouTube SMRC TV, Kamis (19/1).
Saiful melanjutkan bahkan bila Golkar hanya mencalonkan Ganjar tanpa berkoalisi dengan PDIP, kemungkinan besar partai berlambang pohon beringin itu juga masih akan mendapatkan limpahan suara atau naik secara signifikan.
Namun kenaikan suara Golkar tersebut tidak bakal mengancam suara PDIP, sebab menurutnya yang terancam adalah partai lain, terutama Gerindra. Dengan demikian, Saiful berpendapat agar kedua partai ini berkoalisi dan mengusung Ganjar, sebab berdasarkan survei akan menguntungkan keduanya.
“Kalau melihat data seperti ini, kayaknya menarik ini koalisi antara Golkar dengan PDIP,” kata dia.
Saiful membeberkan survei eksperimental ini dilakukan secara tatap muka pada periode 3-11 Desember 2022. Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.
Dari populasi itu dipilih secara random (stratified multistage random sampling) 1220 responden. Response rate sebesar 1029 atau 84 persen. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,1% pada tingkat kepercayaan 95% (asumsi simple random sampling).
Ada treatment dan kontrol dalam metode eksperimental ini. Tujuannya untuk menguji efek pencalonan presiden terhadap elektabilitas partai. Hal ini dilakukan dengan membagi responden secara acak ke dalam empat kelompok (kontrol, treatment 1, treatment 2 dan treatment 3), dan setiap responden mendapat satu pertanyaan sesuai kelompoknya.
Dalam treatment, dimasukkan sejumlah nama tokoh untuk dilihat mana yang lebih berpengaruh menaikkan suara partai. Untuk PDIP, pertanyaan kontrolnya adalah apabila digelar pemilihan anggota legislatif, responden akan memilih partai mana. Jawabannya, responden yang memilih PDIP sekitar 20 persen. Sampel untuk pertanyaan kontrol ini hanya 244 dengan margin of error sekitar 6 persen.
Selanjutnya, dalam treatment SMRC memasukkan nama Puan Maharani. Pertanyaannya adalah bila PDIP mencalonkan Puan Maharani untuk menjadi presiden, partai atau calon dari partai mana yang akan responden pilih di antara partai-partai di Indonesia pada pemilu mendatang.
Ada 27 persen yang menyatakan akan memilih PDIP. Saiful menjelaskan bahwa walaupun suara PDIP naik dibanding pertanyaan kontrol, tapi kenaikan ini memiliki tingkat signifikansi yang kurang meyakinkan.
Bila yang dicalonkan PDIP adalah Ganjar (treatment kedua), suara PDIP menjadi 36 persen, naik 16 persen. Dan apabila PDIP mencalonkan Prabowo Subianto (treatment ketiga), suara PDIP menjadi 26 persen.
“Efek Prabowo kurang lebih sama dengan Puan Maharani pada suara PDIP,” ujarnya.
Sementara untuk Golkar yang memutuskan untuk mengusung Ketua Umum Airlangga Hartarto sebagai calon presiden. Saiful menilai dalam berbagai hasil survei, Airlangga belum cukup kompetitif dibanding calon-calon yang lain.
Dalam eksperimen kontrol, terdapat 9 persen responden yang akan memilih Golkar dalam pemilihan legislatif. Dalam treatment pertama, publik ditanya apabila Golkar mencalonkan Airlangga untuk menjadi presiden, partai atau calon dari partai mana yang akan responden pilih di antara partai-partai di Indonesia pada pemilu mendatang.
“Pada treatment ini, suara Golkar menjadi 15 persen atau mengalami kenaikan sekitar 6 persen dibanding pertanyaan kontrol,” lanjut Saiful.
Selanjutnya, apabila yang dicalonkan Golkar adalah Ganjar (treatment kedua), suara Golkar menjadi 21 persen atau naik 12 persen. Dan apabila Golkar mencalonkan Erick Thohir (treatment ketiga), suara Golkar menjadi 11 persen.
“Jadi tidak mengalami perubahan secara signifikan. Sehingga dari nama-nama yang potensial diusung oleh partai Golkar sebagai presiden tersebut, yang memiliki efek paling kuat menaikkan suara Golkar adalah Ganjar,” ujar Saiful.